http://www.youtube.com/watch?v=EH_OgYeIX8s
http://www.youtube.com/watch?v=ccKTyiUufN8
http://www.youtube.com/watch?v=hxOi0MrPhCM
hmmm..setelah liat 3 link di atas ini, kemudian saya berpikir 1 hal..mungkin itulah USP mereka :) #minumkopiliatpemandangan
terlepas dari media yang memang menjadi konglomerasi para politikus,setiap objektivitas sebuah media memang selalu relatif. *OBJEKTIF ITU RELATIF*
tapi,kembali lagi.Menurut pelajaran yang saya dapat di kelas periklanan bimbingan pak Santo Tjhin adalah untuk mencapai puncak kesuksesan suatu produk,bukan hanya USP saja. Melainkan juga suatu produk harus mampu membuat kategori baru untuk menjadikannya berada di puncak. Contoh :
produk minuman 7-up terjepit dengan kondisi pemimpin pasar yang dimiliki oleh Coca Cola dan akhirnya 7-up berhasil mencapai puncak dengan mencetak kategori minuman bersoda yang bukan cola sebagai kategori minuman ringan yang baru.
yasudah..mungkin supaya berbeda dengan saluran pesaing nya yang sedang memimpin pasar,mereka mencoba menciptakan suatu kategori baru yang mampu membuat mereka di puncak. Masalahnya,mungkin belum ada kompetitor di kategori baru yang mau bersaing dengan mereka menjadikan akhirnya kategori yang baru ini menjadi hal yang tabu.
sekilas,ini adalah apa yang mereka katakan tentang diri mereka sendiri..
" Tanggal 14 Februari 2008, pukul 19.30 WIB, merupakan saat bersejarah
karena untuk pertama kalinya tvOne mengudara. Peresmian dilakukan oleh
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, tvOne menjadi
stasiun tv pertama di Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk
diresmikan dari Istana Presiden Republik Indonesia.
Mengklasifikasikan program-programnya dalam kategori News One, Sport
One, Info One, dan Reality One, tvOne membuktikan keseriusannya dalam
menerapkan strategi tersebut dengan menampilkan format-format yang
inovatif dalam hal pemberitaan dan penyajian program.
“tvOne : Memang Beda” "
tuh kan emang beda! goodluck bro!!
menurut saya,hal ini terjadi juga bisa karena mereka menganut teori jarum hipodermik yang secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa khalayak/masyarakat adalah sosok yang pasif dan menerima semua yang "disuntikkan" oleh media. Apakah mungkin ini dikarenakan ketidaktelitian PR ataupun yang semacamnya dalam mengikuti isu yang berlangsung? atau mereka belum bisa melihat masyarakat yang memiliki literasi media yang semakin berkembang? atau apakah justru masyarakat tidak memiliki kekuatan yang lebih daripada sekedar mengeluarkan opini saja? yahhh..who knows :) #minumkopiliatpemandangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar